Label

Jumat, 28 Januari 2011

The SCRET (rahasia) Rhonda Byrne



  1. Hukum tarik menarik
 Hidup anda sekarang adalah cerminan dari pikiran-pikiran dimasa lalu, termasuk semua hal besar, dan semua hal yang anda anggap bukan hal besar. Ketika anda menarik apa yang paling anda pikirkan anda akan mudah melihat apa yang telah menjadi pikiran anda yang dominan dalam hidup anda. (hukum tarik menarik: kemiripan menarik kemiripan. Karena pikiran menyampaikan gelombang magnetis ke alam dan alam akan merespon)
Jika anda dapat memikirkan dan menjadikan pikiran yang dominan apa yang menjadi  keingina anda. Maka anda akan mendatangkan keinginan itu dalam hidup anda.
ة
Dan prinsip itu diringkas dalam tiga kata sederhana: pikiran menjadi sesuatu.
 (mike Dooley: pengarang dan pembicara internasional)

Hukum ini akan mewujudkan apa yang anda pikirkan. Hukum tarik menarik tidak membedakan apa yang diinginkan atau tidak diinginkan, ketika anda berfokus pada sesuatu sebenarnya anda sedang memanggil sesuatu itu untuk hadir. Ketika anda mengucapkan kata penolakan, kata-kata inilah yang diterima oleh hukum tarik menarik.
Apa yang anda pikirkan saat ini menciptakan kehidupan masa depan anda. Anda menciptakan hidup anda dengan pikiran-pikiran  anda. Hukum tarik menarik sekedar memantulkan dan memberikan kembali apa yang anda fokuskan dalam pikiran anda. Anda dapat mengubah situasi dan peristiwa dalam hidup anda sepenuhnya dengan mengubah cara berfikir anda
 ( Bill Harris : Guru dan pendiri Centrepointe Research Intitute)
Setiap manusia dapat mengkontruk mind nya menjdi kekuatan yang luar biasa

Rabu, 26 Januari 2011

KERINDUANKU PADA CANDU IDEALISME (Hilangnya Ruh Gerakan Mahasiswa)


Jargon mahasiswa sebagai agent of chage seakan melepuh pasca terjadinya gelombang reformasi. Disorientasi gerakan ini pada dasarnya  diawali oleh hilangnya tokoh-tokoh muda yang masuk dalam lingkungan politik praktis dan kurangnya pengkaderan dalam tiap-tiap organisasi aktifis. Kegalauan yang sudah berlangsung lama pasca terjadinya gerakan reformasi ini diperparah dengan masuknya budaya-budaya pop yang tidak dapat discounter oleh kalangan muda, hingga kini masih menjadi polemik berkepanjangan bagi kalangan aktifis baik itu intra maupun ekstra kampus.
Mengutip perkataan Grahmci bahwa manusia terpelajar (mahasiswa) seharusnya menjadi “organic intelectual” yang mampu melebur dalam peperangan zaman dan masyarakat. Idealisme dalam kampus harus dibangun sebagai bagunan yang mampu menterjemahkan realitas kekinian. Konstruk yang dibangun seharusnya tidak atau bukan bersifat instan serta menghilangkan proses-proses pendewasaan dan pembentukan karakter bagi mahasiswa. Sehingga mahasiswa tidak gagap ketika terjun dalam dunia masyarakat.
Demikian pula kegelisahan Soe Hoek Gie pasca pelengseran rezim Soekarno, banyak kawan-kawan seperjuanganya yang kemudian lupa pada komitemen awal setelah mereka duduk dikursi jabatan. Sehingga Gie menyebut mereka sebagai penghianat intelektual. Kegelisahan Gie ini mungkin masih berujung hingga saat ini. Budaya pop dan pragmatis memang telah merambah kaum intelektual kita saat ini. Idealisme hanya sebatas slogan kosong, karena tidak mampunya kita menterjemahkan dalam wacana yang realistis. Budaya-budaya popular tersebut nampaknya lebih menarik dan mempunyai bargaining ketimbang membangun idealisme gerakan dan kedewasaan berfikir gerakan.
Politik kampuspun sudah dikotori dengan nilai-nilai pragmatisme serta unsur golongan yang terlihat sangat kental. Dimana mayoritas akan menjadi dominasi dan menghegemoni minoritas. Sehingga politik yang berkembang terasa kurang affair terhadap nilai-nilai humanisasi  dan tujuan politik kampus itu sendiri. Politik kampus belum mampu membangun kedewasaan politik. Bahkan masyarakat kampus cenderung apatis. Pertanyaanya adalah kenapa demikian? Mungkin jawabanya ialah kampus belum mampu membangun idealisme penghuninya. Jika dirunut kebelakang memang banyak factor yang mempengaruhi. Misalkan saja kebijakan akademis yang membatasi gerak dan kreatifitas mahasiswa, Ahistoris mahasiswa terhadap gerakan mahasiswa tempo doelu sebagai sarana kaca benggala untuk meletik semangat, Munculnya budaya popular dan prastice yang meningkatkan egosentris para mahasiswa. Disamping itu juga memang mahasiswa sendiri tidak dibekali nilai-nilai religiusitas dan intelectualitas yang sepadan dalam berpolitik dan sebagainya.
Kegamangan kaum muda (mahasiswa) ini melahirkan politik yang apatis terhadap nilai-nilai demokrasi. Arsitoteles memulai kajian politiknya dengan mengklaim bahwa “setiap kota adalah bentuk persekutuan ... untuk kepentingan kebaikan”. Kemudian ia menunjukkan bahwa beberapa keluarga menimbulkan desa, dan persekutuan antardesa menimbulkan kota. Oleh sebab itu, persekutuan yang menyusun kota memerlukan kesepakatan tertentu antara “orang-orang yang serupa, untuk kepentingan kehidupan yang merupakan kemungkinan terbaik”. Aristoteles tak pernah berpandangan bahwa sekutu-sekutu semacam itu harus sama dalam segala hal, tetapi bahwa baik kesatuan maupun keragaman harus eksis di antara sekutu-sekutu dalam berbagai hal: “kota cenderung menjadi ada pada suatu titik ketika persekutuan yang terbentuk oleh orang banyak itu swasembada”.
Aristoteles sebenarnya telah memberikan statemen dalam berpolitik, bahwa “swasembada”  sebagai salah satu factor terbentuknya sebuah gedung politik yang utuh. Sehingga koloni-koloni aktifis yang tersebar dalam berbagai wadah dapat tertampung dan menciptakan keragaman yang eksis. Politik kampus harus bisa menjadi “Swasembada” penghuninya tanpa perlu dikotomi antara minoritas dan mayoritas.


Hilangnya Idiologi Kampus
Yang terparah sebenarnya ialah hilangnya idealisme para mahasiwa dan runtuhnya kreator muda. Racun-racun pemikir biasanya akan sangat cepat menyebar. Bak virus trojan yang mampu menembus dinding pertahanan komputer, walaupun CPU komputer telah diberi tameng anti virus ter Up date, tetap saja sang Trojan akan mampu menyusup dan merusak saraf-saraf file hingga sang empunya akan kebingungan karena tiba-tiba komputer kolaps, eror dan bahkan mati. Ia seperti candu. Sekali dilepas oleh sang pembuat Virus, ia akan sangat liar menyusup kemanapun ketempat yang ia singgahi. Membuat koloni-koloni baru hingga jutaan spesies baru yang masih bernama Trojan.
Sebut saja idealisme yang dibangun oleh Hitler, ia mampu membawa Jerman menguasai beberapa negara di dunia. Bukan hanya negara yang dikuasai tetapi idealismenya (pemikiranya tentang NAZI) mampu menghegemoni beberapa dekade. Soekarno mampu membangun idealis kenegaraanya dan mampu mengobarkan semangat kebangsaan rakyat. Ia mampu memjadi pelopor dengan melepaskan candu pikiranya sebagai virus yang membangun jiwa-jiwa rakyatnya. Lihat saja seorang GIE, sekalipun di tengah-tengah kegalauanya pada kawan-kawan seperjuangan ketika bersama-sama menumbangkan rezim Soekarno. Yang tiba-tiba berbalik arah dan kehilangan idealismenya sebagai kaum intelektual. Bahkan Gie menyebutnya sebagai penghianatan kaum intelektual saat itu. Gie masih tetap dan mampu berpegang teguh pada idealismenya meskipun sebagai resikonya ia ditinggalkan kawan-kawanya hingga ia hidup dalam “kesepian” dan ia akhirnya mencari kedamaian pada sosok edelweis di puncak gunung Mahameru.
Maksud tulisan saya adalah... saya sendiripun rindu pada sosok-sosok yang mampu memberikan candu-candu idealisme. Berbagi pikiran dibawah pohon-pohon rindang, berbagi satu gelas kopi dan sebatang rokok. Melemparkan ide-ide baru tentang apa saja yang ada di dunia ini. Mampu merengkuh dan merangkul siapa saja tanpa membedakan ia siapa, dari mana, dan seperti apa. Aku rindu sosok yang mampu memprovokasi dan membakar semangat idealisme. Mampu memberikan harmoni diantara nada-nada yang berbeda. Menjadi alunan harmoni yang cantik dan merdu.
Sayapun rindu pada kreator idealisme yang mampu mengejawantahkan ini dan itu. Saya rindu pada inspirator idealis yang mampu membuka zaman, pikiran dan realitas yang Mampu membuka idealitas diatas realitas yang berkembang tanpa melihat ini dan itu pula. Karena kerinduan saya pada hal itulah sehingga saya menulis catatan ini. Semoga ada yang mampu memberikan candu dan inspirasi baru bagi gerakan mahasiswa di Indonesia.

Perlunya Purifikasi Gerakan Mahasiswa.
Aktor intelektual yang masih konsisten terhadap perkembangan zaman dan idealisme gerakan sudah saatnya mampu mengeluarkan ijtihad baru bagi gerakan mahasiswa saat ini. Sehingga pergeseran paradigma gerakan akan cepat terjadi. Akselerasi kearah purifikasi harus didengungkan sebagai prioritas. Aktor-aktor muda harus berani menerobos sekat-sekat yang ada. Bila perlu dinding kampus di jebol sehingga tidak ada kelas yang memisahkan. Paling tidak kita mampu mengembalikan jargon bahwa mahasiswa adalah agen perubahan bukan agen kesiangan. Karena paradigma masyarakatpun sudah bergeser kearah yang apatis terhadap nama “mahasiswa”
Purifikasi gerakan politik mahasiswa ini bukan sekedar seremonial instan yang ruhnya ikut bubar ketika forum dibubarkan. Tetapi nilai responsibility terhadap predikat yang melekat pada dirinya sebagai mahasiswa tidak bias dan begitu saja dihianati. Seperti biasnya politik mahasiswa saat ini.
Disamping itu pula gerakan yang dibangun harus dikawal oleh para “senior”. Sehingga keterikatan emosional antara senior - junior akan tetap terbangun. Disamping itu, warna berfikir antara senior juniorpun akan sangat beragam. Sehingga jika ada yang mengawal warna-warna berfikir antara senior junior tersebut akan menjadi warna yang menarik karena sifat heterogenya. Karena kombinasi zaman itu perlu, sebagai jalan untuk mengejawantahkan idealisme ke dalam ranah realita kekinian. Itulah kenapa idealisme yang dibangun para kreator pendahulu mampu  bertahan hingga berabad-abad lamanya. Sang guru mereka tetap mengawal meskipun jasad mereka tidak dipertemukan, tetapi ruh mereka (senior junior) tetap terhubung.
Semoga ruh gerakan kaum intellectual ini akan menemukan jalur “resminya” kembali. Atau paling tidak purifikasi gerakan politik mahasiswa menjadi icon yang harus kembali didengungkan di tiap-tiap kampus. Kampuspun tidak seperti pabrik lagi karena proses demokrasi dan politik kampus kembali mewarna.

Jumat, 21 Januari 2011

sepenggal kisah di Warung mbok Iyem

Saat malam beranjak tiba, hiruk pikuk kehidupan di sorjem (ngisor jembatan) sebelah utara stasiun purwokerto mulai bergeliat. warung dadakan yang ada hanya malam hari mulai ramai di datangi pembeli. beragam menu tradisional yang sederhana sudah terjejer rapi dilapak mbok iyem. mbok iyem adalah salah satu pedagang dari puluhan pedagan yang berdagang makanan pada malam hari. Ia manggkal persis dibawah jembatan. Kontan saja orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan warung sorjem (ngisor jembatan/ bawah jembatan-red).

Disitu semua menu serba sederhana dan murah meriah. Sederhana racikan dan bumbunya, tidak perlu mantra-mantra marketing yang berlebihan. sederhana penyajianya, tidak perlu make up tebal dan bergincu serta bertopeng pada keindahan. Dan yang terpenting tidak perlu bayar mahal untuk mengisi perut yang lagi keroncongan apa lagi dengan uang yang pas-pasan. Menu khas Purwokerto yaitu tempe mendoan, menjadi  salah satu menu faforit yang dicari para pembeli. Karena mendoan ini merupakan kedelai beragi yang selalu nikmat di santap pada kondisi apapun. Konsumenya pun sangat fariatif, mulai dari tukang becak, tukang ojek, pedagang keliling, mahasiswa dan kalangan menengah lainya. tentunya tidak ada konsumen bermobil yang mampir kesini. maklumlah disitu tidak selevel bagi mereka yang suka makan enak ditempat yang enak pula.

saat kami datang, bapak-bapak yang sedang makan langsung mempersilahkan kami duduk. mbok iyem pun langsung melemparkan senyumnya.. sambil bertanya, makan den?? dengan raut yang penuh antusias dan penuh ramah, ia lakukan itu ke setiap pembeli yang mampir kewarungnya. dengan cekatan mbok iyem mengambil piring dan nasi, sayurnya campur-campur?? Iya campur saja mbok. kemudain tak lama ia pun menyerahkan satu porsi nasi dengan aneka sayuranya. Minumnya teh manis apa teh tawar?? teh tawar saja mbok! jawab saya spontan. kamipun menikmati makan malam dibawah sorjem......

Disamping mbok iyem penuh dengan wadah-wdah dan perkakasnya. maklum warung sorjem ini hanya buka ketika sore hingga malam. di pinggir jalan berjejer kendaraan yang parkir untuk makan malam. sebelahnya lagi tampak bapak-bapak yang sedang main dadu sambil menunggu penumpang. tampak keriput sudah kulit mereka.

KESAHAJAAN
hampir rata-rata mereka yang datang adalah para tukang becak dan kaum pinggiran. seperti saya malam itu. meski  sering makan ditempat itu tapi kami tidak menemukan rasa bosan. bahkan rindu jika tidak makan ditempat itu. karena mereka semua penuh kekeluragaan dan kehangatan. bukan saja menu tradisional yang enak di perut tapi kesahajaan mereka yang bikan enak di hati. penuh keakraban. Mungkin karena mereka merasa senasib dipinggirkan oleh sistem dan keadaan. mereka bukan pemalas yang meminta-minta meski tenaga masih kuat. ditengah himpitan kebutuhan yang terus meroket mereka masih berdikari dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. meski pas pasan.
lingkaran kesahajaan ini di perkuat oleh rasa kebersamaan dan serasa sepenanggungan, mereka sama-sama mengerti bahwa mereka susah. susah cari makan, susah cari kerja, susah cari beras, susah bayar sekolah anaknya, susah dan susah-susah yang lain. mereka mengerti bahwa mereka berada dalam lingkaran orang susah. jadi mereka tidak mau mempersusah lagi dalam hal menu makan. Karena makan hanya untuk menyambung hidup bukan lagi hidup untuk makan.

Tak lama isi dalam piring udah dangkal alias ludes tanpa sisa, yang tersisa tinggal rasa kenyang. h h h... sudah kenyang saat nya pulang.. eiittt.. bayar dulu!!! main kabur aja Loe wakkkkk....

Udah mbok! saatnya berhitung. nasi plus ini, ini, ini dan itu dua...????? Rp 4000 den! si Mbok iyem menjawab.  hemmm terima kasih mbok ...


continue.....