Saat malam beranjak tiba, hiruk pikuk kehidupan di sorjem (ngisor jembatan) sebelah utara stasiun purwokerto mulai bergeliat. warung dadakan yang ada hanya malam hari mulai ramai di datangi pembeli. beragam menu tradisional yang sederhana sudah terjejer rapi dilapak mbok iyem. mbok iyem adalah salah satu pedagang dari puluhan pedagan yang berdagang makanan pada malam hari. Ia manggkal persis dibawah jembatan. Kontan saja orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan warung sorjem (ngisor jembatan/ bawah jembatan-red).
Disitu semua menu serba sederhana dan murah meriah. Sederhana racikan dan bumbunya, tidak perlu mantra-mantra marketing yang berlebihan. sederhana penyajianya, tidak perlu make up tebal dan bergincu serta bertopeng pada keindahan. Dan yang terpenting tidak perlu bayar mahal untuk mengisi perut yang lagi keroncongan apa lagi dengan uang yang pas-pasan. Menu khas Purwokerto yaitu tempe mendoan, menjadi salah satu menu faforit yang dicari para pembeli. Karena mendoan ini merupakan kedelai beragi yang selalu nikmat di santap pada kondisi apapun. Konsumenya pun sangat fariatif, mulai dari tukang becak, tukang ojek, pedagang keliling, mahasiswa dan kalangan menengah lainya. tentunya tidak ada konsumen bermobil yang mampir kesini. maklumlah disitu tidak selevel bagi mereka yang suka makan enak ditempat yang enak pula.
saat kami datang, bapak-bapak yang sedang makan langsung mempersilahkan kami duduk. mbok iyem pun langsung melemparkan senyumnya.. sambil bertanya, makan den?? dengan raut yang penuh antusias dan penuh ramah, ia lakukan itu ke setiap pembeli yang mampir kewarungnya. dengan cekatan mbok iyem mengambil piring dan nasi, sayurnya campur-campur?? Iya campur saja mbok. kemudain tak lama ia pun menyerahkan satu porsi nasi dengan aneka sayuranya. Minumnya teh manis apa teh tawar?? teh tawar saja mbok! jawab saya spontan. kamipun menikmati makan malam dibawah sorjem......
Disamping mbok iyem penuh dengan wadah-wdah dan perkakasnya. maklum warung sorjem ini hanya buka ketika sore hingga malam. di pinggir jalan berjejer kendaraan yang parkir untuk makan malam. sebelahnya lagi tampak bapak-bapak yang sedang main dadu sambil menunggu penumpang. tampak keriput sudah kulit mereka.
KESAHAJAAN
hampir rata-rata mereka yang datang adalah para tukang becak dan kaum pinggiran. seperti saya malam itu. meski sering makan ditempat itu tapi kami tidak menemukan rasa bosan. bahkan rindu jika tidak makan ditempat itu. karena mereka semua penuh kekeluragaan dan kehangatan. bukan saja menu tradisional yang enak di perut tapi kesahajaan mereka yang bikan enak di hati. penuh keakraban. Mungkin karena mereka merasa senasib dipinggirkan oleh sistem dan keadaan. mereka bukan pemalas yang meminta-minta meski tenaga masih kuat. ditengah himpitan kebutuhan yang terus meroket mereka masih berdikari dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. meski pas pasan.
lingkaran kesahajaan ini di perkuat oleh rasa kebersamaan dan serasa sepenanggungan, mereka sama-sama mengerti bahwa mereka susah. susah cari makan, susah cari kerja, susah cari beras, susah bayar sekolah anaknya, susah dan susah-susah yang lain. mereka mengerti bahwa mereka berada dalam lingkaran orang susah. jadi mereka tidak mau mempersusah lagi dalam hal menu makan. Karena makan hanya untuk menyambung hidup bukan lagi hidup untuk makan.
Tak lama isi dalam piring udah dangkal alias ludes tanpa sisa, yang tersisa tinggal rasa kenyang. h h h... sudah kenyang saat nya pulang.. eiittt.. bayar dulu!!! main kabur aja Loe wakkkkk....
Udah mbok! saatnya berhitung. nasi plus ini, ini, ini dan itu dua...????? Rp 4000 den! si Mbok iyem menjawab. hemmm terima kasih mbok ...
continue.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar