Respect For Nature
Pemanasan Global Ancam Kehidupan Manusia
Oleh: Ziad Al Mahmudi[1]
Isu perubahan iklim sebagai akibat dari pemanasan global/Global Warming menyangkut our daily life, isu yang akan terjadi sepanjang masa. Dimulai sejak diadakanya Konvensi Perubahan iklim tahun 1992. kemudian berkelanjutan pada tahun 1997 dengan protokol Kyoto yang menghasilkan kesepakatan bagi beberapa negara untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca. Pemanasan Global merupakan gejala meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca (greenhouse) di atmosfer. Kelompok gas rumah kaca diantaranya Karbon Dioksida (CO2), Metana CH4, Dinitro Oksida (N2O), Hidrofluoro Karbon (HFC). Hal ini akan diikuti perubahan iklim seperti meningkatnya curah hujan disebagian belahan bumi dan belahan bumi yang lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan. Beberapa penyebab terjadinya pemanasan global ialah:
1). Pembakaran bahan bakar fosil, pada tahun 2000 ini menghasilkan tujuh juta metrikton pertahun.
2). Kebakaran dan kerusakan hutan yang disengaja
3). Proses dari pertanian, misalnya sawah yang tergenang menghasilkan metana (CH4), pemanfaatan pupuk menghasilkan dinitro oksida (N2O) dan pembakaran sabana serta sisa pertanian.
4). Peternakan, kotoran yang membusuk akan menghasilkan gas Metana.
5). Sampah, dari satu ton sampah diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 50 kg gas metana.
Dampak perubahan iklim akibat Pemanasan Global bagi Indonesia yang sekarang sudah mulai terasa,diantaranya ialah:
a) Peningkatan suhu udara 0,3 derajat sejak tahun 1990
b) Perubahan musim dan pola hujan yang tidak menentu.
c) Naiknya air laut yang mengakibatkan garis pantai akan mundur lebih dari 60 cm kearah darat, beberapa pulau kecil akan hilang, ekosistem hutan bakau rusak, terjadinya perbedaan pasang dan surut dibeberapa aliran sungai.
d) Terjadi pemutihan dan penurunan karang, dan terjadi migrasi pada ikan tertentu kedaerah yang lain.
e) Matinya flora dan fauna karena tidak mampu beradaptasi.
f) Terjadi keterlambatan masa tanam dan panen, ancaman kelaparan.
g) Meningkatnya frekuensi penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah.
Disamping itu akibat dari pemanasan Global ialah berkurangnya jumlah es, dibagian Greenland dan Antartika terjadi penipisan lapisan glestser 1.2 mm pertahun sejak tahun 1993-2003. Di Bumi Bagian Utara, terjadi penipisan 2% perdekade sejak tahun 1966. sedangkan diwilayah Arktik terjadi penipisan 2,7% perdekade. Akibatnya ialah telah terjadi peningkatan air laut 0,77 mm pertahun sejak 1991-2004 dan Indonesia diramalkan akan kehilangan 2000 pulau pada tahun 2030.
Indonesia sebenarnya berharap banyak pada Hutan. Pada pertemuan COP 13 di Nusa Dua, Bali Indonesia menginginkan adanya Climat Justice, yaitu perlakuan adil secara kolektif dalam komitmen penurunan emisi karbon ditingkat global, yang diprakarsai oleh WALHI. Maka lahirlah istilah Perdagangan Karbon yang merupakan usaha dana untuk emisi karbon dengan konversi hutan. Menag LH Rahmat witoelar menginginkan penghutanan kawasan kosong , karena satu hektar berpotensi menyerap 50-200 ton karbon. Dan untuk memperoleh dana global membutuhkan 88 juta hektar. Karena pentingnya penyelamatan hutan maka harus ada moratorium jeda tebang, investasi kebutuhan industri kehutanan, dan Restorasi atau pemulihan ekosistem dengan lebih transparan dan melibatkan rakyat.
Memulai dari diri kita, karena usaha yang mendasar adalah dengan meninggkatkan kesadaran diri dan kepedulian terhadap lingkungan, mempunyai rasa diri (sense of self). Paradigma alam dan isinya yang hanyalah sekedar benda atau alat pemuas kebutuhan dan kepentingan manusia yang dapat kita eksploitasi sekehendak kita (antroposentris) haruslah dirubah. Alam ini berhak untuk hidup layak dan tidak ada pemisahan antara alam dan manusia. seharusnya manusia yang egosentris memberlakukan alam ini dengan arif dan konservatif. Karena alam ini sebagai satuan ekosistem yang harus kita jaga. Karena alam mempunyai nilai terhadap diri kita.
Semoga Bumi yang kian memanas ini. Akan kembali hijau. semoga ecocide /kehancuran lingkungan. akan hilang. Meminjam bahasa Cak Nun, Indonesia adalah dunia ijo royo-royo, dunia yang seakan memperoleh bocoran keindahan surga dan cipratanya mengenai kita semua. Untuk itu kita perlu:
1) Tidak membuang sampah tapi mengurangi produksi sampah pribadi.
2) Menghemat air, listrik dan BBM karena stok SDA kita kian terbatas sementara kebutuhan kita tanpa mengenal batas.
3) Daur ulang sampah (reduce, reuse, recycle) pengurangan, penggunaan kembali dan daur ulang
4) Mengurangi konsumsi kayu hutan untuk kertas, tetapi memaksimalkan kertas daur ulang untuk meminimalisir penebangan kayu hutan. (dimulai dari akademisi)
5) Hindari penggunaan plastik (dimulai dari pusat perbelanjaan dan rumah tangga)
6) Budayakan menanam bukan menebang pohon dimulai dari usia dini
7) Gunakan produk lokal yang ramah lingkungan dan hindari barang kimiawi
8) Politik ramah lingkungan untuk penyelamatan tanah hutan kita, sumber air kita dari eksploitasi kapitalisme, tanah adat dan ulayat dari industrialisasi
9) Back to nature
semoga dunia ijo royo-royo yang kita ingikan, dunia yang seakan memperoleh bocoran keindahan surga dan cipratanya mengenai kita. Benar-benar menjadi kenyataan bukan lagi hanya wacana diatas kertas
Pepatah suku AMUNGME, timika timur, Irian Jaya: “Te Aro Neweak Lako” (alam adalah aku)
Satu Bumi Satu Keluarga Satu Dalam Diri Kami
[1] Disampaikan pada lokakarya Peduli Lingkungan Hidup dengan tema Global Warming dan penanggulanganya. Diadakan oleh KMPA IGHOPALA, IAIG Cilacap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar